Summer Romadhon 2009 di Matsuyama Jepang

Berpuasa romadhon di Jepang saat musim panas (summer) bisa jadi menakutkan bagi sebagian orang. Bukan hanya panasnya Jepang yang sangat menyengat, namun juga karena panjangnya siang hari di jepang, mulai fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Di awal puasa, 22 Agustus 2009 lalu kami mengakhiri sahur pada pukul 04.06 dan berbuka kira-kira 15 jam kemudian (18.48) waktu Jepang. Suhu kala itu di siang hari mencapai 36C. Sebenarnya kondisi ini masih belum seberapa bila dibandingkan dengan puncaknya musim panas, yakni di akhir bulan Juli atau awal Agustus. Kabarnya suhu udara Jepang dapat mencapai 37-39C.

Namun demikian, saya pribadi sangat bersyukur dapat menjumpai bulan penuh barokah ini bertepatan dengan summer vacation. Saat dimana ada liburan panjang selama bulan Agustus dan September. Dengan demikian, tidak ada kuliah reguler di kampus maupun kegiatan praktek lainnya di lapangan. Sesekali saja saya menengok kampus bila diperlukan dan selebihnya bisa saya nikmati di apartemen untuk beribadah atau kegiatan barokah lainnya. Tentu kita semua setuju kan … meminimalkan keluar rumah merupakan salah satu strategi menghindari tempaan sinar matahari musim panas Jepang yang sangat tidak bersahabat. Badan kita tidak akan cepat lemas karena dehidrasi πŸ™‚

Tapi tahukah juga Sahabat bahwa musim panas Jepang menyebabkan para gadis remaja dan dewasa di sini (Matsuyama Jepang) berpakaian seakan kekurangan kain ? O-o-o .. ya begitulah umumnya orang di sini. Tidak perlu kita mencari-cari, tengok sana, tengok sini. Gadis-gadis seksi ini bertebaran di sana-sini. Tiba-tiba saja muncul di perempatan lampu merah dari arah yang berlainan atau berhamburan keluar dari tempat kerja, supermarket dan toko-toko kecil. Kebanyakan orang Jepang pun bersepeda, sehingga mudah berpapasan atau mengekor di belakangnya. Hhmm … bukannya nambah pahala berlipat-lipat, salah-salah di bulan Romadhon malah panen dosa karena terus memandang yang bukan haknya πŸ˜€

Adapun di sore harinya, kala maghrib menjelang, kami pun para mahasiswa muslim berkumpul di MICC (Matsuyama Islamic Culture Center) guna menunaikan buka bersama (ifthor). Sebagian besar kami adalah dari Indonesia, lalu Malaysia di nomor dua, dan lainnya dari Mesir, Bangladesh, dll. Pengunduh ifthor di sini menggunakan jadual bergilir. Satu-dua orang pengunduh tiap harinya. Selain bershodaqoh minum dan snak yang akan disantap saat berbuka sebelum sholat maghrib, mereka pun diminta dengan ikhlas juga menyiapkan “makanan berat” setelah sholat maghrib. Wow .. kira-kira berjumlah 30 porsi setiap harinya. Macam menunya bebas yang penting halal, tidak mengandung babi dan turunannya serta sake dan turunannya yang banyak beredar di Jepang.

Tahukah Sahabat juga bahwa ternyata jadual berbuka tersebut menghebohkan para ibu-ibu ?Β  Hhmm .. barangkali mudah ditebak. Selain porsinya yang besar, di luar kebiasaan memasak porsi kelurga kecil, kami pun berasal dari berbagai belahan buminya Alloh dengan membawa lidah asli masakan kita masing-masing.

“Masak menu apa ya besok,” guman seorang Ibu sambil mencoret-coret selembar kertas lengkap dengan harganya. “Makanya Mas, saya tidak mendaftar jadi pemberi buka, karena Ibu-Ibu itu masakannya enak-enak. Kalau saya ?”. Pasti semua akan sepakat, sebenarnya berbuka bersama bukanlah lomba memasak antar ibu-ibu, baik antar negara maupun antar provinsi di Indonesia. Namun kadangkala penilaian orang membuat hati jadi berpikir ulang. Ada sedikit celah di hati yang perlu dibenahi secara berjama’ah.

“Enak ya jeng tadi masakan opornya”; “spicy” komentar yang paling sering saya dengar tentang masakan Indonesia; “bumbunya menyengat” celetuk seorang ibu terhadap masakan padang pasir dari Mesir. “kok pahit minumnya” kata seorang anak sambil meletakkan secangkir teh Jepang.

Akhirnya niat karena Alloh harus kembali diluruskan guna menggapai ampunan dan pahala sebanyak-banyaknya di bulan Romadhon ini πŸ™‚