Batu Nisan Ikan Paus (くじらのはか)
|① Jaman dahulu kala di sebuah desa nelayan miskin di tepi pantai Jepang terdapat sebuah batu nisan kecil berdiri tegak menjulang di kaki bukit, menghadap ke laut. Tanda bagi kuburan seekor ikan paus. Mengapa batu nisan ikan paus itu dibangun? Mari kita simak bersama-sama ceritanya.
② Pada masa Edo terdapat desa nelayan miskin di sebuah kaki bukit. Hampir tidak ada lahan datar untuk bercocok tanam. Penduduk desa hidup seadanya dengan menangkap ikan di laut. Tahun ini bencana besar baru saja terjadi. Angin topan datang beberapa kali dan merusak desa tersebut. Padahal sebentar lagi musim dingin akan tiba.
③ Pada suatu malam sebuah keluarga sedang berbincang-bincang di tepi perapian. “Kita … tidak punya kayu bakar untuk menyalakan tungku. Juga minyak untuk menerangi. Rumah kita bisa dingin dan gelap. Hhh … angin topan benar-benar meluluhlantakkan desa ini. Kelaparan mungkin akan terjadi. Kita harus kerja keras lagi di musim dingin ini!”
④ “Iyokichi … ayo kita pergi menangkap ikan!” “Iya ayah”, sahut Iyokichi. Hari itu Iyokichi bersama ayahnya pergi menangkap ikan. Tidak jauh dari muara sungai, mereka melihat seekor ikan paus. Betapa senangnya mereka, karena ikan paus mempunyai banyak daging dan minyak. “Kamu tahu Iyokichi … bagus sekali kalau kita dapat menangkap ikan paus itu.” Bagi desa nelayan miskin tersebut, ikan paus yang besar ini bagaikan anugerah dari surga.
⑤ Setelah beberapa kali membuat gelombang pasang, ikan paus itu memasuki teluk di dekat desa. “Ada ikan paus.” Dengan cepat penduduk desa berkumpul di muara sungai untuk melihat ikan paus itu. “Ayo … kita bunuh. Kita bunuh ikan paus itu beramai-ramai!” Para nelayan sepakat untuk menangkapnya.
⑥ Dengan menaiki perahu para nelayan bergegas mengelilingi pintu masuk ke dalam teluk. Mereka memasang jaring dan mulai bergerak ke arah ikan paus. Dan akhirnya ikan paus itu dapat dijerat; tidak bisa melepaskan diri. Sebagian nelayan melemparkan tombak. Darah segar pun mengalir merubah air teluk menjadi kemerahan.
⑦ Para nelayan terus berjuang mati-matian. Iyokichi melompat ke dalam laut, sambil menggigit pisau dapur, merangkak naik di punggung ikan paus dengan memakai tali yang terikat di tombak. Berhasil, Iyokichi berhasil menusuk pada bagian yang mematikan.
⑧ Mereka membawa ikan paus ke tepi laut dan memotong-motongnya. Panjangnya sekitar 5 meter. Mereka mengambil daging, kulit, organ dalam dan juga memanfaatkan tulang-tulangnya. Semua penduduk desa, termasuk wanita dan anak-anak mendapatkan bagian. Berkat ikan paus itu mereka dalam liburan tahun baru yang dingin ini mampu bertahan hidup, tidak ada yang mati kelaparan.
⑨ Penduduk desa berterima kasih kepada ikan paus dan mempersiapkan sebuah kuburan di kaki bukit, menghadap ke laut. Iyokichi memanjatkan doa di tempat tersebut sebagai tanda terima kasih.
⑩ Hari demi hari berlalu, musim dingin tahun ini hampir usai. Tiba-tiba angin dingin datang kembali menyelimuti desa. Salju bertambah tebal. Musim dingin menjadi semakin parah. Kelaparan mulai terjadi.
⑪ Pada suatu hari, terdengar suara teriakan dari penduduk desa: “Hey, ada ikan paus besar terdampar di pantai.” Mendengar suara itu, Iyokichi bergegas keluar dengan terburu-buru. “Wah, ini ikan paus yang saangat besar. Tiga kali lebih besar dari sebelumnya.”
⑫ Iyokichi mendekati mata ikan paus besar tersebut. Ikan itu tak henti-hentinya menatap nisan kecil di kaki bukit. Matanya tampak berkaca-kaca. “Oh… memang itu sebelumnya adalah …“ Namun, tidak ada pilihan lain bagi penduduk desa yang miskin itu untuk bertahan hidup. Kali ini pun mereka membunuhnya, untuk makan, dan membagikannya ke seluruh penduduk desa.
⑬ Para penduduk desa berterima kasih kepada ikan paus besar yang terdampar itu, karena mereka berhasil keluar dari musim dingin tahun ini. “Kamu tahu Iyokichi, ini adalah berkat ikan paus itu. Sekarang perut kita kenyang dan rumah kita menjadi terang. Sungguh anugerah yang luar biasa.”
⑭ Musim berganti. Kini saatnya musim semi datang dengan bunga sakura mulai menghiasi desa nelayan tersebut. Ikan mulai dihasilkan walaupun masih sedikit. Penduduk desa bangkit dengan kekuatan baru.
⑮ Sebagai tanda terima kasih kepada ikan paus besar yang telah menyelamatkan kehidupan desa, penduduk desa membangun sebuah nisan besar di sisi nisan yang kecil. Penuh harap dan doa bagi keamanan dan hasil tangkapan ikan yang melimpah. Di desa itu, perayaan Budha memperingati kedatangan ikan paus terus diselenggarakan setiap tahun. “Ayah, mentari pagi telah tinggi!”. “Oh ya! Ayo, kita lakukan yang terbaik untuk hari ini. Kita akan menangkap ikan-ikan besar dengan rahmat-Nya.”
Selesai
Cerita rakyat di pesisir Jepang ini diangkat dari suatu kisah nyata, yang kemudian dibukukan oleh Prof. Hosokawa (Universitas Ehime) pada tahun 2008. Selama bulan Desember 2010 cerita tersebut diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Atus Syahbudin. Untuk menikmati ceritanya secara lengkap, silahkan mengklik gambar di atas.
Penulis:
Atus Syahbudin, seorang pembelajar yang ingin ‘esok harus lebih baik’, senang berkebun dan berinteraksi 🙂 dengan berbagai komunitas. Semoga Sahabat berkenan silaturohim >
——————————
Ingin bertukar informasi bersama Sahabat sekolah Jepang dari seluruh dunia tentang sekolah di Jepang (study in Japan), hidup di Jepang (live in Japan) atau pengalaman berharga lainnya? Ayo GRATIS menjadi Sahabat sekolah Jepang? Apa keuntungannya? TIDAK ADA, kecuali 1) . 2) . 3) . 4) ….