Belajar (lagi) musyawarah untuk mencapai mufakat di PPI Aidai
|Proses pemilihan langsung ketua PPI Aidai tiba-tiba diinterupsi oleh usulan regenerasi ketua PPI Aidai melalui musyawarah mufakat saja. Ada apa gerangan ya di PPI Jepang komsat. Aidai ini 🙂 Apakah usulan tersebut benar-benar dilandasi oleh niatan luhur untuk menjaga kerukunan dan persatuan keluarga besar PPI Aidai (AD PPI Jepang 2010/2011) ataukah merupakan salah satu manuver guna pemenangan kandidat calon tertentu? Hm … sulit memastikan mana yang benar dan tidak baik kiranya mengembangkan prasangka buruk di negeri yang kita semua senasib sepenanggungan. Yang jelas waktu itu proses penjaringan bakal calon ketua oleh KPU Aidai 2011 sedang berlangsung melalui fasilitas polls yahoo! groups. Ada 19 bakal calon yang dipromosikan. Tiga calon di antaranya terpilih (didukung) sebagai peserta kampanye untuk berlaga menuju PPI Aidai-1.
Saya bukanlah mahasiswa atau dosen FISIPOL, tidak juga aktifis organisasi politik. Kebetulan saja, saya tinggal bersama PPI Aidai yang selama 2 minggu lalu menggeliat akibat proses regenerasi ketua PPI Jepang tingkat komisariat. Gembira sekali rasanya mengikuti proses yang terjadi. Banyak hikmah, pengayaan dan penghayatan terhadap nilai luhur musyawarah mufakat yang begitu populer di telinga kita sejak SD di Indonesia. Lama juga nilai luhur ini ditimang-timang, juga dibandingkan plus minus-nya dengan mekanisme pemilihan langsung. Ada kekhawatiran bahwa pemilihan langsung akan mengancam kerukunan keluarga besar PPI Aidai akibat terbelahnya anggota dalam beberapa muara calon ketua. Sebut saja partai johoku, partai johoku perjuangan, partai johoku tak bersayap, partai komunis johoku, dll. Belum lagi di kampus seberang, ada juga partai lainnya. Entahlah, hal ini benar atau sekedar guyonan 🙂 Biar gayeng kata teman di sebelah.
Benarkah demikian bahwa pemilihan langsung akan membuyarkan kerukunan keluarga besar PPI yang telah dibangun selama ini? atau kalau pertanyaannya dibalik, benarkah musyawarah mufakat akan menjamin kerukunan keluarga besar PPI di Jepang? Mari kita simak sejenak uraian dari wiki dan gedung MPR RI.
Musyawarah adalah proses berembuk yang mempertimbangkan semua sisi dari sebuah isu. Musyawarah untuk mufakat pada dasarnya merupakan kesepahaman atau kata sepakat antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, sehingga pemungutan suara dapat dihindarkan dan diharapkan semua pihak yang berbeda pendapat dapat menemukan keputusan tunggal (wiki). Musyawarah untuk mencapai mufakat adalah cara terbaik, karena melalui mekanisme itu putusan disepakati secara bulat. Jangan ditanya, apakah mekanisme musyawarah-mufakat ini diawali dulu dengan musyawarah lalu muncul mufakat, atau permufakatan ditetapkan dulu barulah bermusyawarah. Pengambilan putusan pada asasnya diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila hal ini tidak mungkin, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak/voting. Voting terjadi karena adanya pendirian dari sebagian peserta musyawarah yang tidak dapat didekatkan lagi atau karena faktor waktu yang mendesak (mpr.go.id).
Tapi kenapa ya … saat ini sebagian besar regenerasi PPI di Jepang lebih cenderung pemilihan langsung? Ayo, tanya kenapa?
Ada pendapat bahwa dalam pemilihan langsung setiap anggota bebas menyalurkan aspirasi suaranya TANPA diketahui oleh anggota PPI lainnya. Kepuasan pun tercapai karena keinginannnya tersalurkan dalam kertas suara, terlepas kalah atau menang sang calon ketua yang diidam-idamkannya. Tahapan pemilihan langsung pun sederhana dan jelas. Mulai penjaringan bakal calon, kampanye dan pemilihan langsung. TANPA rasa sungkan (ewuh pekewuh) dalam menyampaikan aspirasinya. Kalau calonnya kalah, ya sudah, berarti memang minoritas, memang bukan sang pemenang.
Sebaliknya dalam musyawarah mufakat, banyak pertanyaan sulit yang tidak mudah menjawabnya, terutama terkait mekanismenya. Muncul kekhawatiran keputusan tunggal yang dapat menyatukan dan memuaskan semua kepentingan akan sulit tercapai. Belum lagi pertanyaan seperti di bawah ini:
1. Siapakah seharusnya peserta musyawarah mufakat? Apakah seluruh anggota biasa, anggota kehormatan dan anggota luar biasa PPI? Hanya anggota biasa PPI saja? ataukah cukup tiga calon ketua yang didukung? Bisa juga tiga calon ketua plus para perwakilan yang disepakati (?).
Apakah perlu pembatasan peserta musyawarah mufakat? Jika ya, berarti seakan-akan peserta yang turut serta dalam musyawarah mufakat menjadi perwakilan bagi anggota PPI yang lainnya. Benarkah demikian? Belum tentu! Jika ya, bagaimanakah cara mengidentifikasi keterwakilan tersebut? Anggota yang lebih ‘tua’ lebih diutamakan sebagai wakil dan juru bicara ataukah perlu proses pendahuluan? Jangan-jangan keterwakilan tersebut akan diarahkan pada pemenangan calon tertentu?
2. Bagaimanakah mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat? Pendapat siapakah yang paling didengarkan dan yang seharusnya diikuti? Apakah Penasehat PPI sebagai warga PPI tertua di Jepang ataukah kita didorong agar bersikap vokal dan aktif dalam forum musyawarah mufakat sehingga suaranya lebih didengarkan?
3. Siapakah moderator atau pimpinan forum musyawarah mufakat di PPI mengingat posisinya yang sangat strategis sebagai wasit pertandingan?
Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memang tidak mudah merumuskannya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa KPU Aidai 2011 lama tidak memberikan jawaban atas usulan penyelenggaraan musyawarah mufakat seperti disinggung di awal tulisan ini. 14 menit sebelum polls yahoo! groups ditutup barulah KPU Aidai menambahkan pasal musyawarah mufakat yang jauh dari sempurna:
G. Musyawarah dan Mufakat
1. Dalam masa kampanye tiga besar Calon Ketua PPI Aidai 2011/2012 dan calon lain dengan jumlah suara sama dengan tiga besar nomor tiga bersama-sama KPU Aidai, Ketua dan Sekretaris serta sesepuh PPI Aidai berhak menyelenggarakan suatu pertemuan (online maupun offline) dalam rangka menjajagi kemungkinan terpilihnya Ketua PPI Aidai 2011/2012 secara musyawarah dan mufakat.
2. Pertemuan yang dimaksudkan dalam Pasal G.1. diusulkan secara tertulis kepada Ketua KPU oleh minimal 2 calon ketua PPI Aidai yang berhak mengikuti tahap pemilihan langsung.
Sebagai organisasi sosial , tahun 2008 lalu saling melempar untuk menghindar dari ketua pernah terjadi. Begitu membekas dalam kenangan. Tahun 2010 kembali terulang di level PPI Jepang, hanya ada satu anggota PPI yang mencalonkan diri. Kali ini kenapa ya kami pusing dibuatnya? Apakah aturan regenerasi PPI di Jepang harus terus dievaluasi dan disesuaikan tiap tahunnya dengan berbagai dinamika terkini? Apa coba kira-kira dinamika itu?
Yes, akhirnya terbersitlah jalan keluar. Tiga calon ketua mengusulkan penyelenggaraan musyawarah untuk mencapai mufakat bersama KPU, ketua dan sekretaris PPI (incumbent). Yang tak kalah penting adalah telah adanya kesepakatan ‘infomal’ di antara ketiga calon ketua mengenai siapa yang sebaiknya menjadi ketua PPI Aidai 2011/2012. Gayung pun bersambut, forum musyawarah mufakat pun tinggal mengkritisi alasan-alasan kuat apa yang menyebabkan ketiga calon bermufakat pada satu calon sebelum musyawarah berlangsung. Alasan-alasan kuat yang menjadikan semua anggota PPI dapat legowo menerima hasil musyawarah mufakat. Semoga 🙂
What next? Ya itu, tulisan ini bukannya ingin mengungkit-ungkit 2 minggu lalu, namun lebih pada evaluasi, menjaring masukkan dan studi banding untuk perbaikan proses regenerasi PPI Jepang, khususnya komsat. Aidai. Tahun 2012 pakai mekanisme apa ya?
Artikel berikutnya: Polls yahoo! groups menjerumuskan!
Penulis:
Atus Syahbudin, seorang pembelajar yang ingin ‘esok harus lebih baik’; senang berkebun dan berinteraksi 🙂 dengan berbagai komunitas. Semoga Sahabat berkenan silaturohim >