bawa MAKANAN Indonesia

Dalam 2-3 bulan sebelum berangkat, saya merasa cukup beruntung karena berkesempatan berdiskusi dan chatting dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang akan dan/atau sedang belajar di Jepang. Pada awal September 2008 saya tersadarkan ketika seorang teman bercerita bahwa 2 di antara 4 bagasinya berisi makanan Indonesia. 60% bagasinya adalah 20-an bungkus supermi, 2 kg abon sapi, bumbu instan nasi goreng, kare, sop, lodeh, soto ayam, sate, serta bumbu dapur seperti merica tumbuk, bubuk cabe merah dll.  “Wow … betul juga ya,” pikir saya dalam hati. “Bumbu-bumbu di Jepang harganya sangat mahal,” kata teman saya tadi. “Bisa 2-10x di Indonesia, bahkan lebih,” tambahnya. “Kalau pakaian sih murah-murah di sini,” kata teman saya yang lain yang sedang kuliah di Matsuyama. “BAWA MAKANAN YANG BANYAK“. Itu adalah satu poin penting yang saya dapatkan dari perbincangan kami. Awalnya saya sempat berpikir bahwa pakaian juga sangat penting apalagi bagi yang berangkat di bulan Oktober, karena 2 bulan kemudian musim dingin akan tiba. Sebagian besar bagasi pun akan penuh dengan jaket kulit , selimut tidur tebal, dll. Sisanya baru diisi buku, obat, snak dan barang lain yang tidak begitu penting.

Nah, sekarang setelah mencoba hidup selama 2 bulan di Matsuyama, saya baru dapat merasakan apa yang sebenarnya terjadi.  Bekal makanan dari Indonesia, apalagi cukup banyak ternyata sangat membantu kita. Setidaknya dalam 2 hal ini :

(1) Adaptasi makanan. Menempati daerah baru tentu akan menemui budaya dan bahasa baru. Dalam tata kebudayaan salah satunya adalah makanan, cara pengolahan dan tata cara makan (table manner). Bagi yang sensitif terhadap makanan tentu akan sulit mengganti apa yang kita makan dengan berbagai makanan baru. Apalagi dengan rasa yang jauh berbeda. Masyarakat Jepang telah lama dikenal dengan makanan ikan mentahnya, seperti sushi dan sashimi. Untuk itu, dalam rangka beradaptasi secara bertahap, pada awalnya (dan seterusnya?) kita masih perlu makanan Indonesia sambil mencoba beberapa makanan asli Matsuyama. Hingga pada akhirnya nanti semua makanan sehari-hari kita dapat dipenuhi dengan sayur mayur, bumbu atau jenis makanan lainnya yang tersedia di sini.

(2) Menekan pengeluaran. Membawa makanan dari Indonesia jelas akan menghemat belanja kita sehari-hari di Matsuyama. Apalagi harga sayur dan bumbu di sini cukup mahal. Dengan keterbatasan kemampuan bahasa dan penguasaan wilayah di tempat yang baru tentu tidak mudah menemukan toko buah, warung sayur, penjaja roti dan ikan, serta supermarket peralatan berkualitas baik dengan harga termurah. Sambil jalan-jalan keliling kota, bertanya tetangga kanan kiri, dan akhirnya kita menemukan semua tadi jelas dibutuhkan makanan Indonesia kita.

Tags: