SEADANYA, TAPI MAHASISWA JAWARA

Ini bukan kali pertama, sudah terjadi beberapa kali. Selalu, mintanya baru saja, namun ingin segera dipenuhi. Tadi malam Pak Wakil Dekan nge-chat saya.

“Saya barusan terima telepon dari Kemenpora yang intinya ada kesempatan bagi 1 mahasiswa yang paham dan mampu menjelaskan perihal lingkungan untuk mengikuti konferensi di Jepang, gratis, antara 19-26 September 2017. Ada kandidat?” tanya Pak Wadek.
Saya hanya mbatin, sungguh beruntung mahasiswa yang nantinya terpilih. Piknik seminggu gratis ke Jepang.
“Syaratnya apa Pak?” tanya saya demi kepantasan kandidat.
“Mahasiswa aktif, berprestasi, lancar berbahasa Inggris dengan toefl lebih dari 500,” jelasnya.
“Jika memungkinkan mahasiswa tahun ke-3, sehingga bisa memperkaya porto folio mapres,” buru-buru Pak Wadek menambahkan.
Pikiran saya pun segera memfilter seoptimal mungkin: dari semua mahasiswa yang memperoleh LEM Awards 2016 lalu, mahasiswa PKM, bimbingan skripsi dan akademik. Namun tetap saja belum menemukannya. Syarat lancar berbahasa Inggris itu lho yang membuat saya meragukan mahasiswa.
“Saya perlu CV mereka malam ini juga. Gak papa CV seadanya, yang penting ada, karena menjadi bukti rekam jejak kandidat,” saya pun memutuskan.
Setelah tertidur di bis semalaman dalam perjalanan Jember-Yogyakarta, akhirnya pagi ini saya kirimkan 2 CV seadanya yang saya bisa dapatkan. Ya, sedapat saya dan secepat apa para mahasiswa memenuhi keinginan Pak Wadek. CV seadanya, namun mereka jawara lho. Rekam jejaknya sudah ditumpuk-tumpuk sejak bangku SMP, tersusun konsisten hingga hari ini.
Ya begitulah, kehidupan seringkali sulit menyediakan proses yang ideal. Mintanya baru saja, namun ingin segera dipenuhi. Tanpa kompromi kawan. Yang siap menjadi jawara, bersiaplah terus dengan CV terbaik dan ter-up date. Jangan protes juga, saya selalu menandatangani KRS mahasiswa dengan menyerahkan 2 syarat: CV terbaru dan artikel mengapa IPK-nya naik atau turun. Selamat berjuang!


Penulis: Atus Syahbudin

Tags: