Mensyukuri Indonesia KITA (musim dan suhu)

Memang tidak selalu indah hidup di negeri orang, termasuk Jepang. Perbedaan musim dan suhu adalah salah satu alasannya. Indonesia kita terasa sangat begitu nyaman. Hanya ada 2 musim, hujan dan kemarau, masing-masing selama 6 bulan. Pergantian malam dan siang pun relatif stabil, sekitar 12 jam. Kalau Indonesia kita hujan atau panas, dinginnya tidak seberapa dan panasnya pun tidak begitu menyengat di kulit. Begitulah Indonesia kita.

Kini, ada cerita lain di Matsuyama, sebuah kota di Pulau Shikoku Jepang yang memiliki 4 musim. Bulan belum lama bergeser dari angka 9 ke 10. Wow, daun-daun berguguran di sela ranting dan cabang pepohonan. Sebagian masih menggantung dengan kombinasi merah, kuning, oranye dan hijau. Timbunan seresah di lantai hutan juga tidak kalah menariknya diiringi udara sejuk yang menyenangkan. Namun Matsuyama Jepang, bukanlah Indonesia kita. Pagi ini sekitar pukul 9 waktu Jepang, di pertengahan November 2008, termometer yang saya gantung di pintu kamar mandi sudah turun ke angka 18C dan 7C di dekat mesin cuci  di teras belakang (di luar apartemen). Wuiiighhhhggghhh, dinginnya. Bahkan sangat dingin untuk kulit Indonesia kita. Musim gugur nampaknya mulai tidak bersahabat.

Genderang perang sudah ditabuh, senjata pun harus segera dibeli. Sebuah jaket hangat second seharga 2400 yen, sepasang sarung tangan tebal 600 yen, sweater yang sedang sale di emperan toko 550 yen, syal (shawl) second 250 yen, futong (selimut tebal) 5500 yen, selimut listrik dan karpet listrik sekitar 2000 yen. Tambah lagi pemanas ruangan (heater) entah berapa harganya. AC di dinding, shower serta kran air harus juga dicek apakah masih berfungsi mengeluarkan udara dan air hangat ataukah tidak. Yang pasti, bulan depan tagihan listrik akan melonjak dari angka 2624 yen. Hmm ..  totalnya berapa ya ??

Belum lagi kerugian fisik yang tidak dapat dirupiahkan: 1. Jari-jari tangan Indonesia kita menjadi kaku, sulit untuk digerakkan karena kedinginan; 2. Bibir bergetar dan rongga hidung pun serasa tertekan udara dingin, harus segera dihangatkan sebelum pecah dan berdarah-darah; 3. Daun telinga cepat sekali mengeras dan terasa sakit bila dipegang; 4. Kulit lengan, dada dan betis mulai mengelupas , mungkin beradaptasi menyambut udara dingin. Terasa gatal dan kering; 5. Lengan, paha, betis, semuanya bergunung-gunung melawan udara dingin yang tidak biasa di Indonesia kita. “Sekarang saya baru berjuang Mas menghadapi udara dingin,” jawab seorang dosen UGM yang sedang sekolah di Hiroshima University, ketika kami chatting menanyakan kabarnya. “Wah, enak ya, bisa melihat salju,” kata teman lama di kampung. “Enak gimana,” pikirku kalau kondisinya sudah seperti ini. Baru bulan 10 saja, kami sudah kalang kabut. Belum lagi bulan 2 yang katanya adalah puncaknya musim dingin. “Eh, kalau winter kelasnya libur apa tidak ya ? Mungkin kita seharian di rumah terus karena kedinginan, ” iseng-iseng aku bertanya pada seorang teman dari Makasar. Dia pun tersenyum. Hhmm ……  Indonesia kita, begitu nyamannya hidup dengan-mu. Dengan 2 musim, dengan suhu 24-33C, dengan bergelimang buah dan sayur.

Hmm … dan kini, salju bukanlah masalah penting yang harus selalu diharapkan.

Penulis:

atus syahbudin dosen kehutanan ugm, sekolah di jepang, mahasiswa universitas ehimeAtus Syahbudin, seorang pembelajar yang ingin ‘esok harus lebih baik’; senang berkebun dan berinteraksi 🙂 dengan berbagai logo you tube sekolah di jepangtwitter_logo sekolah jepang atus syahbudin facebook-logo FBkomunitas. Semoga Sahabat berkenan silaturohim >